Kupang, media Indonesia menyapa.com
Yayasan Save the Children Indonesia bekerjasama FKIP Pendidikan Guru Sekolah Dasar ( PGSD) Universitas Nusa Cendana ( Undana) Kupang, meluncurkan Literasi Disiplin Positif ke Dalam Kurikulum Pendidikan Guru SD. Kegiatan ini sebagai upaya untuk mengaplikasi pola pendidikan yang ramah terhadap anak didik.
Kegiatan yang berlangsung di Hotel Neo Aston, Kupang, Kamis, 11 November 2021 ini dibuka oleh Dekan FKIP Undana, Dr. Melkisedek Taneo, M.Si. Acara ini dilanjutkan dengan penyerahan dokumen kurikulum dari FKIP Undana kepada Save the Children Indonesia.
Dekan Melkisedek saat membuka kegiatan tersebut mengatakan bahwa selama ini Undana dan Save the Children telah melangsungkan kemitraan ini sejak tahun 2018 ditandai dengan Memorandum of Understanding (MoU) tanggal 10 September 2018. Dilanjutkan dengan Memorandum of Agreement (MoA) tanggal 27 Maret 2019 untuk kegiatan pengembangan kurikulum dengan mengintegrasikan literasi dan pendidikan positif ke dalam kurikulum pendidikan guru sekolah dasar.
“Kegiatan ini dilakukan secara kolaboratif antara Save the Children dengan tim pengembang kurikulum yang menghasilkan sebuah dokumen kurikulum bagi kegiatan pembelajaran pada program studi PGSD.
sebelum dokumen ini digunakan maka perlu diperkenalkan kepada civitas akademika Undana maupun kepada publik,”Jelas Melki.
Sementara itu, Benny Octovianus Giri dari Save the Children Indonesia menyampaikan terima kasih kepada FKIP Undana yang telah menyambut dengan baik kerja sama dua lembaga ini.
“Kualitas pendidikan patut ditingkatkan dari waktu ke waktu dimulai dari tenaga pendidikdan juga mahasiswa perlu dibekali dengan kemampuan yang fleksibel. Contoh ketika bicara tentang konsep membina anak tanpa kekerasan. Ternyata konsep ini diterima oleh Undana dan mampu mengaplikasikan dalam sebuah kurikulum,” ungkap Beny.
Benyamin Leu, dari Save the children yang pada kesempatan tersebut mengatakan, konsep pendidikan ramah anak sesungguhnya memberikan gambaran betapa pola pendidikan model ini memberi dampak agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar tanpa kekerasan.
“Kekerasan dapat melukai jiwa dan hati anak didik sepanjang hidup, oleh sebab itu pendidikan yang ramah anak tak boleh dianggap enteng atau biasa saja. Justru menjadi kekuatan sebuah masa depan anak didik,” ucap Beny Leu.( CP).