Sengketa Kredit Perbankan ” Longgar Tarik” Bank Christa Jaya dan Mariantji Manafe Semakin Memanas, Pihak BPR Christa Jaya Angkat Bicara

Ket Foto : Pihak Manajemen  Bank Christa Jaya sedang Gelar Konferensi pers 

Kupang, media indonesia menyapa.com
Sengketa perbankan terkait kredit “longgar tarik” Bank Christa Jaya Kupang dan Mariantji Manafe (pengugat) semakin memanas.

Sebagaimana di lansir beberapa media online terkait sengketa kredit perbankan ” Longgar Tarik” dari BPR Christa Jaya yang berujung di meja hijau.

Pihak Manajemen Bank Christa Jaya Kupang akhirnya angkat bicara soal kasus Mariantji Manafe, ibu rumah tangga asal Kelurahan Sikumana, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang menanggung beban utang suaminya sebesar Rp 224 juta.

Sejumlah pimpinan bank tersebut seperti Komisaris Utama Christofel Liyanto, Direktur Utama Wilson Liyanto, Direktur Kredit Ricky Manafe bersama dua orang kuasa hukum masing-masing Samuel David Adoe dan Bildad Thonak, menjelaskan secara detail alur kasus itu.

Saat menggelar konferensi pers pada kamis(16/09/2021) di kantor BPR Christa jaya, Komisaris Utama Christofel Liyanto mengatakan, kasus tersebut sebenarnya sudah berlangsung lama. Dirinya mengaku, selama ini hanya bersifat pasif terhadap perkara ini.

Menurut christofel liyanto, masalah ini sebetulnya sangat sederhana, tapi tidak mau diselesaikan secara baik-baik.

“Kita yang menjadi korban dan mengalami kerugian dan ingin diselesaikan baik-baik, tapi ibu Mariantji tidak mau, malah dia yang gugat kita,” kata christofel.

Christofel mengungkapkan bahwa, dia cukup mengenal suami Mariantji lebih dati 10 tahun. Katanya, almarhum Wellem Dethan, dikenal sebagai nasabah terbaik, karena sangat disiplin membayar cicilan kredit.

“Almarhum ini, saya sudah kenal lebih dari 10 tahun. Sebelum saya punya bank, uang pribadi saya juga sering saya pinjamkan ke dia. Dia itu orang baik,” ungkap Christofel.

Namun kemudian masalahnya timbul saat almarhum Wellem Dethan meninggal dan Mariantji lalu memilah-milah. Mariantji akui ketika Almarhum suaminya tanda tangan terima uang dan bayar lunas namun dirinya tidak mau mengakui kalau almarhum suaminya tanda tangan terima uang dan masih ada sisa utangnya.

” Almarhum Welem Dethan tanda tangan terima uang dan bayar lunas, dia akui itu. Yang almarhum tanda tangan lalu terima uang dan masih sisa utangnya dia tidak mau akui,” ungkap Christofel.

Selanjutnya Pihak bank, kemudian membuktikan keaslian kredit itu dan menjelaskan secara utuh sehingga akhirnya diterima Mariantji.

“Di depan kita, beliau (Marianjti) akhirnya mengakui bahwa benar suaminya yang menerima uang itu dan uang itu benar diterima oleh pihak keluarga. Tetapi dia menyatakan, kan orangnya sudah meninggal masa dia harus bayar,” kata Christofel.

Christofel berharap, uang pinjaman tersebut bisa segera dikembalikan, sehingga jaminan kredit berupa sertifikat tanah bisa diambil oleh Mariantji.

Sementara itu, Direktur Utama Bank Christa Jaya Kupang Wilson Liyanto menambahkan, dalam kasus pinjaman itu, pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat keterangan lunas, ataupun surat pencabutan jaminan kredit.

Bahkan, kata dia, sebelumnya awal perjanjian kredit ini almarhum dan istrinya menolak untuk tandatangani asuransi jiwa.
Padahal dalam perjanjian kredit itu dijelaskan bahwa apabila debitur itu meninggal maka istri akan menjadi ahli waris.

Penolakan asuransi jiwa yang dibuktikan dengan surat pernyataan penolakan asuransi diatas meterai, yang sejak awal disepakati oleh debitur dan ahli waris

Pada kesempatan tersebut juga, Kuasa Hukum BPR Christa Jaya, Samuel David Adoe menjelaskan tentang adanya 2 keputusan dari gugatan Mariantji Manafe pada gugatan 208/2019 yang menuntut penghapusan hutang dan pengembalian sertifikat.

“Putusan Majelis Hakim  PN Kupang  paling  akhir pada putusan PN Kupang terhadap gugatan 208/Pdr.G/PN.Kpg yang menyatakan pelunasan atas suplesi kredit sebesar Rp.110.000.000 dan Rp.200.000.000 tidak dapat dibebankan kepada Penggugat tertera dalam halaman 16 putusan nomor 208/pdt.G/PN.Kpg.” jelas Samuel.

Lebih lanjut Kuasa Hukum Christa Jaya menjelaskan, dalam putusan 208/2019 hakim hanya mengabulkan pengembalian sertifikat saja, bukan tentang penghapusan utang debitur  di BPR Christa jaya ditolak. Dan mereka melanjutkan ke tingkat banding tetap ditolak, sehingga mereka naik ke tahap selanjutkan yaitu kasasi ke MA.” Ujar Samuel.

Samuel juga mengatakan bahwa masalah ini sebenarnya tidak perlu sebesar ini jika mempelajari struktur hukumnya seperti apa, pasti akan bisa menerima dengan baik juga.

Dikatakan Kuasa Hukum, Christa Jaya akan menempuh jalur  gugatan sederhana (GS). Dalam GS putusannya N.O artinya tidak diterima,  karena MH berpendapat pembuktian GS  harus lewat jalur gugatan biasa atau perdata biasa,  sehingga  timbulkan gugatan no.49/2019 di PN Kupang diputus pada 2 September 2021

“Kami akan mencabut kasasi tersebut dan akan melihat lagi keputusan majelis hakim dan selanjutnya menggugat kembali. Karena itu kami menempuh jalur  gugatan sederhana (GS). Dalam GS putusannya N.O artinya tidak diterima,  karena MH berpendapat pembuktian GS  harus lewat jalur gugatan biasa atau perdata biasa,  sehingga  timbulkan gugatan no.49/2019 di PN Kupang diputus pada 2 September 2021. sebagai penggugat. dalam putusan ini hakim menyatakan bahwa mengabulkan gugatan penggugat dan menyatakan penggugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap penggugat dan dalam gugatan no.49 ini sudah jelas.” jelasnya. ( CP ).

Komentar