Kristo Embu Sebut Jurnalis Raja Tega

Kupang, media Indonesia menyapa.com-Sebuah berita apabila dipublikasikan harus melalui suatu tahap konfirmasi dan verifikasi. Tentunya berita juga sudah harus dibekali prinsip dasar 5W dan 1H. Selain itu akan semakin menarik bila berita diulas secara singkat. dalam istilah jurnalistik hal ini disebut ekonomi kata. setiap kalimat paling tidak memuat tujuh kata. Namun tidak ada aturan tentang maksimal jumlah kata dalam sebuah berita.

Menurut Kristo Embu, Pemred Timor Ekspres saat menjadi narasumber dalam kegiatan yang digelar oleh Rudenim (Rumah Detensi Imigrasi) di hotel On the rock, dirinya menyampaikan bahwa, Jurnalis tidak pernah pilih kasih dalam menulis sebuah berita. Jurnalis akan menuillis sesuai fakta atau apa yang terjadi, hal tersebut menyebabkan publik mengatakan bahwa jurnalis adalah “Raja Tega”.

“Kami jurnalis atau wartawan tidak pilih kasih dalam menulis berita. Kami menulis sesuai apa yang terjadi. Itulah sebabnya kami sering disebut raja tega. Sekalipun keluarga, kami akan menulis sesuai fakta yang terjadi dan tentunya melalui tahap konfirmasi dan verifikasi,” kata Kristo Embu, Pimpinan Redaksi Harian Timex Selasa, (18/08/2020).

Lebih lanjut Kristo mengatakan, sebelum sebuah berita dipublikasikan terlebih dahulu harus melalui tahap konfirmasi dan verifikasi. Tentunya berita juga sudah harus dibekali prinsip dasar 5W dan 1H. Akan semakin menarik bila berita diulas secara singkat. Dalam istilah jurnalistik hal ini disebut ekonomi kata. Setiap kalimat paling tidak memuat tujuh kata. Namun tidak ada aturan tentang maksimal jumlah kata dalam sebuah berita.

“Berita yang dipublikasikan harus dibuat semenarik mungkin. Agar dapat menarik minat pembaca dan tidak membosankan. Salah satu unsur penentu untuk mencuri perhatian pembaca adalah menentukan judul yang menarik. Adapun paragraf pertama harus merangkum inti dari berita yang ditulis. Terutama harus menggunakan prinsip piramida terbalik. Dimana inti berita diurai dari atas dan kemudian berakhir dengan penjelasan-penjelasan pelengkap.” jelas Kristo Embu yang berperan sebagai narasumber dalam diskusi di bawah judul Teknik Membuat Berita yang Baik dan Menarik.

Diskusi ini difasilitasi oleh Pihak Rudenim (Rumah Detensi Imigrasi). Tujuannya untuk membantu Kabag Humas Kemenhumkam beserta stafnya dalam membuat berita terkait kegiatan-kegiatan keimigrasian. Adapun diskusi ini dibangun dengan tema “Peran Rumah Detensi Imigrasi dalam Penegakan Hukum Keimigrasian”.

Jalannya diskusi yang dimoderatori oleh Ibu Mariana sangat baik. “Saling tanya jawab antar narasumber dan audiens dapat membuka cakrawala berpikir mengenai kaidah berita yang baik dan menarik” tandas Kristo Embu membuka sesi tanya jawab.
Menanggapi pertanyaan yang dilontarkan Ketua Panitia, I Putu Subagia, S.H., tentang istilah Bad News is Good News dalam jurnalistik, Kristo menjelaskan bahwa istilah itu kini sudah berubah seiring perkembangan zaman. Di era sekarang, istilah itu diganti menjadi Good News is Beautiful News. Alasan mendasarnya bahwa berita yang baik mestinya dikemas secara lebih baik dan menarik oleh wartawan.

Selanjutnya Kristo Embu mengamanahkan tentang berita abal-abal dari media sosial (medsos). Bahwa semakin banyak warganet yang berinisiatif mempublikasikan berita yang diragukan kebenarannya. Selain berita dari media mainstream (media cetak, media online, dan media elektronik) berita tersebut perlu diverifikasi untuk menemukan kebenaran yang faktual. Sehingga masyarakat sendiri tidak terkecoh dengan berita-berita yang bisa juga memprovokasi. Karena pada hakekatnya berita yang faktual dan aktual adalah berita yang disajikan oleh media mainstream.

Menyambung penjelasan terkait konsistensi Jurnalis dalam menulis berita, Kabag Humas Kemenkumham, Mariana R. Manuhutu, selaku moderator menandaskan bahwa Jurnalis tidak boleh pakai perasaan dalam mengatakan kebenaran. Artinya bahwa Jurnalis harus menulis sesuai fakta di lapangan. Tidak boleh memihak kepada siapapun. Apa yang terjadi, itulah yang diberitakan.
(Geztha/Cp).

Komentar