Ket Foto: Ketua INSA NTT,Yusak Benu saat memberikan keterangan pers
Kupang – MIM.com
Diduga ada mafia di pelabuhan yang merugikan masyarakat ketika membeli tiket namun tidak di beri tiket. Oleh sebab itu Ketua Indonesia National Shipowners Association (INSA) Nusa Tenggara Timur (NTT) Yusak Benu meminta Aparat Penegak Hukum (APH) memberantas mafia di pelabuhan.
Dugaan mafia di pelabuhan tersebut Ketua Insa NTT, Yusak Benu, mendapat laporan ketika tim Viktor Bungtilu Laiskodat dan Presiden Republik Demokratik Timor Leste, Ramos Horta akan berangkat dengan tujuan Kupang-Rote dan Rote-Kupang ternyata banyak penumpang kapal yang tidak memiliki tiket.
‘Saya tegaskan bahwa sebagai pemilik kapal merasa dirugikan dikarenakan kemarin kami mendapatkan laporan ketika Tim dari Pak Viktor Bungtilu Laiskodat dan Pak Presiden Ramos Horta ketika mereka bertolak ke Kupang-Rote dan Rote-Kupang, ternyata banyak dari penumpang naik kapal tanpa tiket,” ungkap Yusak Benu.
Dijelaskan Yusak kepada awak media di lobby hotel Harper, 10 November 2024, bahwa penumpang membayar tiket ke kru pelabuhan namun tidak diberikan tiket.
Ketika tidak mendapatkan tiket itu kerugiannya berdampak ke negara, karena tiketnya tidak keluar maka pajaknya tidak akan terhitung.
“Saya mencontohkan ada 10 orang yang membeli tiket misalnya harga 1 tiket Rp. 75.000 tetapi kru bilang 10 orang ini bayar cukup 5 saja, semuanya bisa masuk tetapi tidak dapat tiket,” ucapnya.
Penumpang yang lolos tanpa tiket ini dijelaskan Yusak, bukan hanya menimbulkan kerugian negara, tetapi juga kerugian bagi masyarakat ketika terjadi bencana tidak terduga di kapal, dan akan berimbas pada pemilik kapal.
“Kami sebagai pengusaha tentu merasa rugi. Makanya tidak heran kalau setiap kecelakaan kapal pasti ada jumlah penumpang, yang melebihi manifes. Yang harus saya kritisi adalah cara pembelian tiket online, selalu menjadi alasan untuk mafia yang bekerja di seluruh area pelabuhan. Mereka mengatakan tiket secara online error maka masyarakat dituntut untuk membayar secara cash. Celah inilah yang dimanfaatkan,” ungkapnya.
Dijelaskan Yusak, ketika membayar secara cash dan mereka tidak memberikan tiket, kru darat memberikan sinyal pada kru kapal loloskan saja penumpang ini tanpa tiket.
“Kami menduga ada mafia. Kami sudah berkomunikasi dengan Kepala Ombudsman NTT, bahwa ini sebelumnya adalah temuan Ombudsman dan saya Operasi Tangkap Tangan (OTT) sendiri di Pelabuhan Bolok. Yang kamu temukan adalah sistem di pelabuhan sangat salah, karena tidak mungkin masyarakat bisa masuk hingga ke atas kapal tanpa tiket. Karena masyarakat melewati 3 pos penjagaan, artinya ada kelalaian dari pos-pos tersebut. Sistem itu harus dirubah, kalau tidak maka pembiaran dari setiap penjaga pos ini membuat masyarakat masuk secara leluasa tanpa tiket,” jelas Yusak.
Yusak juga mengatakan masyarakat tidak melakukan komplain, karena saat itu masyarakat merasa diuntungkan.
“Kenapa masyarakat tidak pernah komplain? saya contohkan ada 10 masyarakat beli tiket, ketika mereka (oknum) bilang bayar 5 saja, yang 5 lainnya bisa masuk gratis tetapi 10 orang ini kami tidak berikan tiket. Tentu masyarakat merasa diuntungkan, karena hanya bayar 5 tiket. Tetapi klaim ratusan juta ketika ada bencana itu dihilangkan. Saya sebagai pemilik kapa tentu akan dituntut oleh APH, padahal kami tidak tahu apa-apa,” terang Yusak.
Ketika mendapat temuan Ombudsman dan laporan masyarakat, Yusak melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib. Dirinya bersama penegak hukum langsung turun ke lapangan dan mendapat pengakuan masyarakat, bahwa mereka sering baik tanpa tiket.
Yusak menduga bahwa sistem ini sudah terstruktur dan diduga semua pihak yang ada di pelabuhan, semua bermain. Mulai dari pintu depan, pintu tengah, sampai pemeriksaan terakhir. Dan di duga sistem nya sudah terstruktur dengan baik, karena biarpun oknum-oknum ini diganti dan dimutasi tetapi sistemnya seperti ini maka pasti akan berulang terus. ( CP).